Indoparlemenews.co Palembang | Politisi dari Partai Demokrat H Chairul S Matdiah, SH, MHKes, mengungkapkan keprihatinan terhadap kurangnya netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), yakni camat dan lurah di Kota Palembang pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Chairul mengatakan, ketidaknetralan para ASN itu terjadi di sejumlah kecamatan di Kota Palembang. Di mana, oknum camat memerintahkan lurah, rukun tetangga (RT) dan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), untuk memenangkan salah satu calon anggota legislatif (Caleg) yang diduga masih memiliki hubungan keluarga dengan oknum camat.
“Dari informasi yang saya dapat, ada yang meminta satu kelurahan 200 suara. Di mana, camat memanggil lurah, untuk memanggil RT guna mengumpulkan suara untuk memenangkan salah satu caleg yang masih memiliki hubungan keluarga dengan caleg tersebut,” ujar Chairul saat dibincangi, Senin (4/3/2024).
Dugaan ketidaknetralan perangkat pemerintah ini sudah diketahui sebelum pencoblosan pada 14 Februari 2024. Hal itu juga sudah dilaporkan kepada Penjabat (Pj) Walikota Palembang Drs Ratu Dewa, MSi, pada, Sabtu (13/1/2024). Namun, tidak ada respon dan tindakan.
“Sudah dilaporkan ke Pj Walikota Palembang Ratu Dewa via WhatsApp pada 13 Januari, dan dijawab ‘Siap’, dan kembali disampaikan setiap bertemu, namun belum ada tindak lanjut,” ujar Chairul yang juga Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Selatan (DPRD Sumsel) itu.
Ketidaknetralan diduga terjadi di lima kecamatan untuk memenangkan salahsatu caleg yang diduga masih memiliki hubungan keluarga dengan oknum camat. Tindakan ini mencoreng sikap netralitas ASN sebagai Abdi Negara.
“Saya juga sebagai Anggota DPRD Sumsel sudah mendatangi beberapa camat untuk mengingatkan mereka untuk bersikap netral pada setiap tahapan Pemilu 2024, termasuk pada tahapan Pileg,” tegasnya.
Dia menyatakan bahwa ketidaknetralan ASN dapat mengganggu stabilitas pemerintahan dan berpotensi merusak kinerja pembangunan serta pemerintahan di daerah. Oleh karena itu, ia berharap agar praktik lama, terutama peran ASN dalam politik praktis yang tidak etis dan diskriminatif, dapat diatasi.
“Saya ingin menegaskan bahwa profesionalitas ASN untuk bekerja sesuai aturan dan fungsi di tempat penempatan adalah amanah dari masyarakat, yang juga memberikan gaji atau hak kepada mereka setiap bulan,” katanya.
Dia juga menyayangkan kondisi ini karena dampak negatif dari kebijakan yang dibuat untuk kepentingan politik sekelompok orang sangat merusak demokrasi yang telah diperjuangkan oleh pemimpin terdahulu.
“Saya berharap ada tindak lanjut terkait ketidaknetralan ASN meskipun tahapan pemilihan sudah berakhir, karena ada sanksi yang diatur undang-undang terkait ASN yang tidak netral seperti penurunan jabatan, pembebasan dari jabatan hingga sanksi pemberhentian,” tegas mantan pengacara itu. (***)